Sabtu, 12 Januari 2013

Tafsir Mafatih al-Ghaib KISAH HARUT DAN MARUT

Tafsir Mafatih al-Ghaib KISAH HARUT DAN MARUT oleh: Hanafi elSila BAB I PENDAHULUAN Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Shalwat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW., sang guru dan pembawa obor kemenangan. Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk manusia dan makhluk lainnya di dunia, memiliki mukjizat dan kemuliaan tersendiri dan selalu menjadi rujukan pertama dan utama dalam penetapan hukum di dunia Islam, oleh karena itu Al-Qur’an merupakan kitab yang elastis dan sesuai dengan zaman. Dari penjelasan di atas maka mau tidak mau kita harus menafsirkan al-Qur’an dengan melihat teks dan konteks suatu zaman. Dalam sejarah manusia dengan peradaban Islam, Islam memeiliki masa kejayaan (abad VIII – XIII), dalam tempo beberapa abad tersebut Islam melahirkan banyak peradaban, para ulama dunia hingga para mufassir-mufassir yang begitu handal dalam menjelaskan Al-Qur’an. Syaikh Fakhrurrazi merupakan salah seorang mufassir yang begitu terkenal dalam dunia Islam dan menjadi salah satu Tokoh terbesar Islam sapanjang sejarah. Dari latar belakang hidupnya yang begitu haus dengan ilmu sehingga separoh hidupnya beliau wakafkan sebagai seorang pengembara (mencari ilmu) dan berda’wah dan menulis. Diantara obyek yang menjadi tulisan beliau adalah masalah fiqh, ushul fiqh, filsafat, dan juga tafsir, sehingga melahirkan sebuah karangan yang begitu spektakuler yaitu Tafsir Mafatih Al-Ghaib. Bagaimana pandangan beliau tentang kisah dua malaikat Harut dan Marut yang ditunkan di Babilonia dan merupakan kisah Israiliat dalam tafsirannya? Kita akan membahasnya dalam bab berikutnya. Semoga kisah ini dan pandangan Syaikh Fakhrurrazi tentang kisah tersebut dapat menjadi pelajaran bagi kita dan menambah khazanah keilmuan kita juga menjadi rujukan kita dalam dakwah Islam yang kita sampaikan kepada masyarakat umum. BAB II PEMBAHASAN A. Pengenalan Kitab Biografi Penulis Dan Sekilas Tentang Bukti Fisik Kitabnya Imam Fakhrurrazi memiliki nama asli Muhammad bin Umar bin Hasan Al-Bakri, yang biasa dipanggil dengan Abu Abudullah dan dijuluki dengan Fakhrurrazi. Beliau dilahirkan di kota Raz pada tahun 554 H. karena dilahirkan di Desa Raz maka disebut Razi, baliau bernasab Quraisy asalnya dari Tabrastani. dari sumber asli (kitab asli), beliau memiliki atau memakai nama Muhammad Ar-Razi Fakhruddin Ibnu Al-‘Allamah Diya Uddin ‘Umar, beliau terkenal dengan tulisannya Al-Musytahir bi Khatiibin Ar-Ray. Dalam himpunan kitab-kitab Al-Maktabah Asy-Syamilah disebutkan nama aslinya adalah Fakhruddin Muhammad bin Umar at-Tamimi ar-Razi as-Syafi’i. Al-Razi merupakan nisbah kepada tempat kelahirannya yaitu al-Razy. Beliau juga dinisbatkan kepada as-Syafi’I karena selain bermazhab Syafi’I di dalam fikihnya, iapun salah seorang ulama yang tercantum dalam al-Thabaqat al-Syafi’iyyah dan ini menandakan bahwa beliau adalah merupakan seorang ulama basar mazhabsyafi’i. Dalam hidupnya beliau sangat sibuk dengan pendidikan atau menuntut ilmu, beliau sibuk dengan studi ilmu kalam, hikmah, falsafah, fiqh, ushul fiqh, tafsir, adab, bahasa, falak dan hadis. Semua dikuasai dan ditulis. Dia mangajar dan mengawasi serta memberikan nasehat dengan dua bahasa yaitu bahasa Arab dan bahasa Prancis. Dalam memberikan nasehat beliau sangat menjiwai sehingga banyak jamaahnya menangis terharu bersamanya. Imam Fakhrurrazi memperoleh kedudukan tinggi dalam dunia hukum, baik oleh para hakim maupun terdakwa. Disamping itu beliaujuga mendirikan majelis ta’limdengan para tokoh, raja, pimpinan, menteri, pejabat pemerintah, kaum fakir miskin dan rakyat umum.banyak orang yang mendapatkan petunjuk dari nasehat baliau dan kembali kejalan petunjuk. Beliau mengisi hidupnya dengan pendidikan dan berkeliling ke Khawarizm, negari timur, Khurasan, dan menetap di Harah. Dalam hal pembaharuan dan sumbangsih pemikiran, terkenal pada masa baliau yaitu menyatukan antara dalail nash, logika dan realita menjadi satu argumentasi yang tidak dapat dipisahkan. Disamping itu semua, Imam Fakhrurrazi juga banyak mengarang kitab-kitab, yaitu diantaranya: Al-Mathalib Al-Aliyah dalam ilmu kalam, Al-Mahsul Fi Ilmi Al-Usul dalam ilmu Ushul Fiqh, Syarah Al-Mufashil Li Al-Zamakhsyari dalam ilmu nahwu, Sarh Al-Wajiz Li Al-Ghazali dalam ilmu fikih, Ta’zil Al-Falasifah dalam ilmu filsafat dan yang kita kenal bersama karya beliau yang begitu tersohor ke segala penjuru dunia dalam ilmu tafsir yaitu Tafsir Al-Qur’an Mafatih Al-Ghaib. Imam Fakhrurrazi mangahiri hayatnya (wafat) di Harah pada tahun 606 H. Kitab tafsir Mafatih Al-Ghaib ini terdiri dari 15 jilid yang terkumpul di dalamnya 32 Juz penerbit Darul Fikru, 1985 M / 1405 H.. B. Metodologi Penafsiran Dalam menafsirkan ayat dalam al-Qur’an, Imam Fakhrurrazi menggukan metodologi sebagai berikut: 1. tahlili atau ilmi 2. menghimpun beberapa pendapat ulam tafsir dari kalngan sahabat maupun setelahnya 3. mengutamakan nasabah antar surat dengan yang lainnya berdasarkan hikmah , membehas secara detail tentang ayat-ayat kauniyah yang dihubungkan dengan kalam tauhid aqliyah 4. membutuhkan banyak pendapat filodof kalam setelah beliau menyaringnya telah merujuk pada kitab-kitab hadis 5. bila beliau menyebut nam tentang hokum, beliau menyebutkan semua pendapat imam mazhab, namun lebih mentarjih pada mazhab syafii 6. menggunakan fiqh, ushul fiqh, nahwu dan balaghah serta syair 7. menampilkan pendapat mu'tazilah karakteristik penafsiran beliau adalah tafsir ilmiah atau bercorak sanstis dan pemikiran. Ciri-ciri tafsir Mafatih Al-Ghaib adalah sebagai berikut: a. Menguraikan pendapatpendapat para ahli filsafat b. Uraian pendapat-pendapat teolog c. Uraian alasan-alasan penagnut mu'tazilah dan as-ariyah C. Penafsiran Ayat وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَاكَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِّنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآأُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَاهُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَالَهُ فيِ اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ “Dan mereka mengikuti apa[76] yang dibaca oleh syaitan-syaitan[77] pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), Hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat[78] di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami Hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya[79]. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka Telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka Mengetahui.” Riwayat Israiliat dalam kisah Harut dan Marut Banyak ilmuan yang meriwayatkan kisah Harut dan Marut dalam versi israiliat. Para Mufasir mengambil riwayat itu sebagai nara sumber, dimana versi israiliat ini sangat menakjubkan sehingga mereka menjadikannya sebagai referensi dalam tafsir-tafsir mereka, bahkan mereka menafsirkan kalam Allah dengannya. Berikut ini, penulis akan menguraikan secara singkat kisah Harut dan Marut dengan versi Israiliat. Para malaikat menghalang-halangi dipilihnya manusia untuk menjadi Kahlifah di muka bumi dan mengutamakan manusia yang beriman di atas derajat malaikat. Allah menerangkan kepada mereka bahwa derajat manusia yang beriman lebih tinggi dari derajat malaikat dikarenakan pada manusia terdapat syahwatd an kecenderungan untuk berbuat maksiat, tapi dia sungguh-sungguh mengendalikan nafsunya dan menahan hingga dia dapat beristiqomah dalam ketaatan kepada Allah SWT. Maka mereka (malaikat-malaikat) berkata: “jika engkau jadikan syahwat dalam diri kami maka kami tidak akan berbuat maksiat.” Maka dipilihlah dua malaikat diantara mereka untuk menjalani ujian itu, yaitu Harut dan Marut. Allah mejadikan syahwat dalam diri mereka lalu mereka diturunkan ke bumi dan Allah melarang mereka berbuat keji dan maksiat. Akhirnya turunlah mereka di kota Babil dan mereka beribadah kepada Allah SWT. hingga suatu hari mereka melihat wanita yang begitu cantik di kota itu, bahkan mngkin dialah yang tercantik. Maka terbersitlah dalam hati keduanya hasrat dan keinginan terhadap wanita itu. Mereka merayu wanita tersebut yang belum menjawab saat pertama kalinya, tapi wanita itu memberikan pilihan kepada mereka antara meyembah berhala, membunuh anak kecil, atau meminum khamar sebelum mereka mereka memiliki wanita yang sangat cantik itu. Maka berkatalah mereka, “menyembah berhala adalah perbuatan kufur dan dosa besar, membunuh anak kecil merupakan dan termasuk dosa besar, sedangkan minum khamar hanyalah dosa kecil.” Maka mereka memilih meminum khamar. Setealah meminum khamar itu, mereka pun mabuk, akibatnya mereka lalu membunuh anak kecil dan menyembah berhala. Kemudian terjerumuslah mereka ke dalam kekejian bersama wanita itu. Maka dicabutlah ismul a’dzam’ sifat kemalaikatan dari mereka yang dahulunya dengan asma itu mereka dapat naik dan terbang ke langit. Kemudian Allah mengubah wanita itu di udara hingga menjadi bintang yang terang yang dikenal dengan nama az-Zahrah, sebuah bintang yang beredar yang merupakn salah satu dari kumpulan bintang-bintang di sekitar matahari. Adapun Harut dan Marut, Allah murka kepada mereka karena mereka terjerumus ke dalam dosa, lalu memberikan pilihan antara azab di dunia dan azab di akhirat. Maka mereka memilih azab di dunia karena azab di dunia hanyalah sementara dan mereka bisa selamat pada hari kiamat nanti. Kemudian digantunglah mereka di angkasa Babil, yaitu antar lngit dan bumi. Mereka tergantung di sana sejak saat itu sampai hari kiamat. Pada ayat “Wamaa Unzila ‘Alal Malakaini Bibaabila Haruta Wa Maruut”, terdapat beberapa masalah : Masalah pertama: Kata “MAA” pada ayat di atas terdapat dua pendapat: Wajah Pertama “Ma” bararti yang, kemudian memiliki tiga makna yang berbeda: 1. Sebagai ataf dari kata sihir yang berarti mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan mereka mangajarkan kepada manusia suatu yang diturunkan juga atas dua malaikat. 2. Merupakn ataf dari firman Allah “Maa Tatlusyayatin” atau “Wattabau Maa Tatlu Syayathin”…….atas raja sulaiman dan apa yang diturunkan atas dua malaikat karena sesungguhnya sihir dari adalah perbuatan kufur dan dia sihir yang dibacakan oleh syaithan-syaithan kepada-nya. Dan darinya memberikan pengaruh kepadanya dan pemisahan antara suami dan istri dan itulah yang diturunkan kepada kedua malaikat itu. Maka oleh karena itu Allah SWT. mengabarkan dari pada orang Yahudi bahwa sesungguhnya mereka orang-orang Yahudi mengikuti dua perkara dan tidak membatasi diri terhadap salah satu diantaranya. 3. Bahwa kedudukan “Maa” sebagai Jar Ataf dari kata “Mulki Sulaiman” dan adapun arti sebenarnya “Yang dibaca oleh syaitan-syaitan[77] pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), Hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat”. Dan itu merupakan ikhtiar Abi Muslim ra. Dan mengingkari pada malaikat yang membuat sihir yang turun bersama mereka berdua, menolak dengan argumen. 1. Sesungguhnya apabila sihir itu turun atas kedua malaikat maka yang menurunkannya adalah Allah ta’ala, dan itu tidak boleh karena sihir merupakan suatu kekufuran, kebathilan, dan itu tidak ada andil Allah dalam proses penurunan itu. 2. Dan adapun firman Allah “Hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia” itu menunjukkan bahwa mempelajari sihir itu merupakan kekufuran. Seandainya-pun Malaikat yang mengajarinya (sihir) mereka juga tetap kufur dan itu hal yang bahtil. 3. Seperti tidak mungkinnya para Nabi diutus untuk mengajarkan sihir maka seperti itu juga pada malaikat pada pengertian yang pertama. 4. Bahwa sesungguhnya sihir tidak bergabung kecuali kepada kekafiran dan kefasikan dan pada syaithan-syaithan….dan bagaimana hal itu disandarkan kepada Allah sedangkan Allah melarangnya dan menjanjikan atasnya siksaan? Dan apakah sihir kecuali kebathilan….dan sungguh bertolak belakang dengan kehendak Allah yang membatalkan sihir tersebut sebagaimana firmannya pada kisah Musa AS. “Maa Ji’tum Bi Sihru Innallaha Sayubthiluhu” kemudian Abu Muslim ra. Memasuki pada penjelasan tafsir ayat yang lain yang berbeda dengan perkataan para Mufassir yang lain. Beliau berkata sebagimana bahwa sesungguhnya para syaithan itu membacakan sihir kepada sulaiman, bersamaan dengan bacaan itu sesungguhnya sulaiman terbebas dari bacaan sihir itu. Maka begitu juga kapada kedua malaikat itu, mereka terbebas dari bacaan sihir itu. Dan sesungguhnya yang diturunkan atas dua Malaikat itu adalah syariat dan agama dan doa untuk kebaikan dan sesungguhnya itulah yang diajarkan oleh kedua Malaikat itu kepada manusia. Sebagaimana perkataan mereka berdua "Sesungguhnya kami Hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Sebagai penguat untuk diterima dan pegangan atas diutusnya mereka, dan ada pengikut yang berpegang teguh, sedang yang lain menolak dan menyimpang dari itu, dan mereka mempelajari dari keduanya (fitnah dan kufur) dengan ukuran apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Maka ini adalah keterangan dari mazhab Abi Muslim. Wajah Kedua: mengatakan “MAA” tersebut berarti pengingkaran dan menjadi Ma’tuf dari ayat “Wamaa Kafara Sulaiman” seperti halnya tidak kafir Sulaiman dan seperti itu juga tidak diturunkannya sihir atas kedua malaikat tersebut. Karena sesungguhnya ahli sihir cenderung sihir kepada Sulaiman dan berdalih bahwa sesungguhnya sihir itu diturunkan dua Malaikat di Babil yaitu Harut dan Marut. Maka Allah menjauhkan diri atas mereka dengan dua perkataan dan firman-Nya “sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun”. Menjadi bantahan juga artinya mereka berdua tidak mangajarakan tetapi mereka berdua melarang dengan tegas. Makna “Hatta Yakula Inna Nahnu Fitnatun Falaa Takfur” yaitu fitnah berarti cobaan seperti kata imtihan dan fala takfur tidak menyuruh untuk melakukan sesuatu atau apabila kamu melakukan sesuatu atau aku tidak menyuruh melakukan sesuatu tapi aku malarangnya. Wajah yang pertama adalah perkatan yang lebih benar. Kalau dikatakan sihir itu turun kepada keduanya maka yang menurunkan sihir itu adalah Allah Ta’ala. Pendapat kedua: bahwa mempelajari sihir adalah kufur seperti firman Allah “Walaa Kinna Syayathina Kafaru Yu’alllimuunannasa Shihra” Masalah kedua: Hasan membaca Malakain dengan Kasrah Lam yaitu Malikain seperti yang diriwayatkan oleh Ad-Dhihak dan Ibnu Abbas. Hasan berkata dua orang itu adalah dua orang jahat dan kuat yang berada di Babil yang mengajarkan sihir kapada manusia, ada juga yang mengatakan dua orang itu adalah dua orang Raja yang sholeh. Dan adapun bacaan yang lebih mashur yaitu dengan Fatah “Laam” yang berarti dua Malaikat yang turun dari langit bernama Harut dan Marut, ada yang mangatakan dua malaikat itu adalah Jibril dan Mikail dan ada juga yang mangatakan bukan Jibril dan Mikail. Yang mangatakan dengan Kasrah Lam, memiliki beberapa alasan Yaitu: 1. Sesungguhnya tidak dapat diterima kalau malaikat itu mangajarkan sihir 2. Bagaimana mungkin diturunkan dua Malaikat sedangkan firman Allah dan kalau kami turunkan (kepadanya) Malaikat, tentulah selesai urusan itu, Kemudian mereka tidak diberi tangguh (sedikitpun). 3. seandainya diturunkan kedua malaikat Masalah katiga: Perbedaan pada Sabab Nuzul ayat: Riwayat Ibnu Abbas: sebabnya adalah karena bantahan dari Malaikat terhadap rencana penciptaan adam AS. Maka dijadikan dan diuji dua Malaikat yaitu Malaikat Harut dan Marut. Riwayat ibnu Abbas sama dengan riwayat israiliyat yang telah dipaparkan di atas. Imam Fakhrurrazi mengatakan Riwayat Ibnu Abbas dikatakan rusak, ditolak dan tidak diterima karena tidak ada ayat Allah yang memperkuat hal itu bahkan ada bebarapa hal yang membatalkannya (riwayat itu) yaitu Pertama; tidak ada dalil yang mengatakan bahwa Malaikat melakukan maksiat, Kedua; adapun perkataan memilih azab dunia dan azab akhirat adalah salah akan tetapi yang dipilih adalah antara taubat dan azab. Masalah keempat: Sebagian ahli tafsir mengatak Kisah ini terjadi pada zaman Idris AS. Karena apabila dua Malaikat itu turun dengan sosok manusia dan memiliki tujuan, maka harus ada seorang Rasul pada saat itu untuk menjadikan utusan itu sebagai mukjizat baginya. Dan tidak mungkin dua orang itu adalah dua orang Rasul karena sesungguhnya Allah tidak mengutus Rasul kepada manusia dengan sosok malaikat. Masalah kelima: Harut dan marut merupakan penjelas dari kata Malakain. Kata “Wama Yauallaimani Min Ahadin Hatta Yakuula Innamaa Nahnu Fitnatun Falaatakfur” maka ketahuilah bahwa Allah menjelaskan keadaan keduanya itu adalah kadua Malaikat itu tidak mengajarkan sihir kecuali larangan keras untuk melakukannya yaitu dengan perkataan mereka berdua itu “sesungguhnya kami ini adalah cobaan maka janganlah kalian kufur”. Yang dimaksud dari kata fitnah dari ayat tersebut adalah intruksi dan peringatan kepada orang-orang yang melakukan maksiat, sebagaimana kami menjelaskan bahwa sesungguhnya untuk memperbaiki pemahaman mereka tentang diutuskan dua Malaikat itu untuk mengajarkan sihir, maksudnya bahwa dua Malaikat itu tidak pernah mengajarkan sihir kepada seseorang-pun dan sifat-sifatnya. Adapun firman Allah “Fayata’allamuuna Minhuma Maa Yufarrikunabihi Bainal Mar’i Wazaujihi” Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Terdapat beberapa masalah: Masalah pertama; mereka mengatakan didalam tafsir ini (Pemisahan) tersebut, bahwa ada dua pendapat yang berbeda: 1. Bahwa pemisahan yang dimaksud adalah pemisahan akan terjadi jikalau diyakini bahwa sihir dapat memisahkan dan apabila diyakini maka akan menjadi kafir dan apabila kafir maka akan menjadi pemisah diantara keduanya. 2. Sesungguhnya…. Masalah kedua: Sesungguhnya Allah tidak menyebutkan hal itu karena sesungguhnya orang-orang yang mempelajari sihir bukan dari Malaikat kecuali atas kehendak dia. Sihir yang disebutkan tersebut hanya sebagai peringatan atas semua sihir-sihir. Adapun firman Allah “Wamahum Bi Dhoorina Bihi Min Ahadin” dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun. Sesungguhnya manunjukkan atas talak darurat dan bukan maksudnya untuk memisahkan antar suami dan isteri. Adapun firman Allah “Illa Bi Iznillah”. maka sesungguhnya izin itu pada hakikatnya dalam perintah dan Allah tidak menyuruh untuk melakukan sihir. Adapun firman Allah “Wayata’allamuna Ma Yadurruhum Wala Yanfauhum...ila akhir” dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. Terdapat beberapa masalah: Masalah Pertama: bahwa kata Istiara dengan maksud meminjamkan sesuatu. Dan memiliki beberapa wajah: Pertama; Mereka membuang kitab Allah ke balakang punggung mereka dan mangambil apa-apa yang dikatakan oleh syaithan dan mereka membeli atau menukar sihir dengan kitab Allah. Kedua ; sesungguhnya kedua Malaikat itu, jikalau mereka bermaksud mengajarkan sihir untuk menjaga diri supaya dengan itu mendapatkan manfaat akhirat, maka ketika orang-orang menggunakan sihir itu seakan-akan mereka telah membeli keutaman akhirat dengan manfaat dunia. Masalah kedua: Jumhur Ulama mengatakan Al-Khalaq, berarti bagian (an-Nasib) “Laukanu Ya’lamun” merupakan jawab dari wajah-wajah atau pendapat-penadapat. Pendapat para ulama tentang kisah Harut dan Marut Telah kita ketahui bersama bahwasanya kisah Harut dan Marut merupakan kisah israiliat yang sama sekali tidak memiliki rujukan dari hadis-hadis yang shohih dari Rasulullah SAW., dan begitupun para ulama dan mufasirin menolak kisah ini dilihat dari versinya orang yahudi. Di bawah ini penulis akan memaparkan komentar dari para ulama mufassirin. Ulama-ulama peneliti menolak kisah itu dan menganggapnya batil dari segi sanad dan maknanya. Ibnu Katsir berkata setelah menolak riwayat itu, “kisah Harut dan Marut ii telah diriwayatkan oleh banyak orang dari kalangan Tabi’in, seperti Mujahid As-Sudai, Hasan Al-Bashri, Qatadah, Ubai Al-A’liyah, az-Zuhri, Al-Rabi bin Anas, dan Muttaqin bin Hayyan serta yang lainnya, juga sekelompok Imam dari kalanganMufassir yang terdahulu dan yang kontemporer ikut mengomentarinya. Dan hasilnya, ternyata perincian kisah ini bersumber dari berita-berita keturunan Yahudi, yang didalamnya tidak ada satu-pun Hadis yang Marfu’ dan Shahih yang bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW. Imam pengamat Ahmad Muhammad Syakir mengatakan tentang versi Israil itu dalamtiga tempat berikut: 1. Dalam penegasannya terhadap banyaknya riwayat yang dikemukakan Imam At-Thabari, dimana beliau berkata, “Berita-berita dalam kisah Harut dan Marut dan cerita bahwa sesungguhnya ada seorang wanita lalu diubah rupanya menjadi bintang adalah berita yang diilatkan oleh ahli ilmu dengan hadis.” 2. Dalam ringkasan tafsir Ibnu Katsir yang dinamakan Umdatut-Tafsir ‘ainil-Hafidz Ibnu Katsir, dia mengaitkan sanad riwayat-riwayat yang dikemukakan Ibnu Katsir dengan apa yang termaktub dalamkisah itu. 3. Dalam penjelasan dan pengamatannya terhadap musnad Imam Ahmad bin Hambal, dalam sanadnya sebuah hadis marfu’ dari Ibnu Umar ra. dan itulah yang menyebabkan sebagian dari mereka (ulama) menganggapnya benar. Ahmad Syakir mengomentari dengan panjang lebar tentang hadis tersebut yaitu hadis nomor 6178 dari sanadnya, dimana ia menjelaskan celaan ulam terhadap Rijalus sanad dan sanad-sanad lainnya yang serupa seperti apa yang pernah ia katakan tentang hadis tersebut dari segi arti dan keasingannya, juga dari segi kemungkarannya. Sayyid Quthb juga menjelaskan bahwa tentang cerita dua malaikat ini, tidak ada satu riwayat-pun yang benar dan dapat dipercaya. Sayyid Quthb menjelaskan bahwa turunnya Dua Malaikat itu karena ada kepentingan dengan sihir dan penyihir yang tujuannya adalah untuk melenyapkan sihir dari orang-orang yahudi dan segala ketakutan yang melekat pada jiwa manusia yang disebabkan sihir itu. Dan beliau mengatakan sesungguhnya sihir itu tidak dapat mencelakai seseorang dan tidak dapat memberikan manfaat kepada orang lain kecuali dengan izin Allah semata. D. Analisan Penulis Setelah menerjemahkan dan memahami tafsiran Imam Fakhrurrazi tentang ayat yang menceritakan kisah dua malaikat yang turun ke bumi yaitu Harut dan Marut, maka penulis dapat menganalisa dari berbagai segi dan pandangan yaitu mulai dari menganalisa tentang pengarang kitab, corak penafsiran, tafsiran ayat dan lain-lain. Saya melihat bahwa Imam Fakhrurrazi merupakan seorang ulama yang bakan saja ahli dalam bidang tafsir, akan tetapi beliau juga lihai dalam memahami ilmu-ilmu yang lainnya seperti ilmu filsafat, ilmu fikih, balagah, ushul fikih, syair dan lain-lain. Dalam menafsirkan ayat beliau sering kali menggunakan penafsiran ayat dengan ayat, dengan hadis rasul, pendapat para sahabat dan ulama juga pendapat beliau sendiri artinya dapat dikatakan bahwa tafsir yang dibangun oleh Imam fakhrurrazi merupakan tafsir yang bercorak gabungan antara bil ma’tsur dan bil ra’yi dengan pendekatan bahasa (nahwu), syair arab kuno, perbedaan bacaan Qira’at, asbabun nuzul ayat. Sehingga tafsir yang beliau bangun memiliki corak ilmi. Sejauh yang saya pahami bahwa bahasa yang Imam Fakhrurrazi tawarkan dalam tafsirnya relatif mudah dan simpel juga beliau sering sekali menggunakan metode mahiyah atau devinitif. Juga dalam menafsirkan ayat belai sangat hati-hati dan hal ini mungkin sedikit tidak ada terpengaruh dari mazhab yang belaiu anut yaitu mazhab Syafi’i. Dalam kaitannya dengan ayat 102 surat Al-Baqarah ini, penulis sependapat dengan Imam Sayyid Qutb bahwa hal yang melatarbelakangi diturunkannya dua malaikat yaitu Harut dan Marut adalah masalah sihir dan penyihir yaitu dengan tujuan melenyapkan penyihir dan menghilangkan rasa takut yang tertanam dalam diri manusia ketika itu terhadap sihir. Dan sangat sepakat sekali dengan Imam Fakhrurrazi yang mengatakan bahwa tidak mungkin Malaikat turun untuk mengajarkan sihir kepada manusia kerena yang mengajari dan mempelajari sihir adalah kufur. Hal ini dapat kita analisa dari dalil-dalil sebagai berikut: 1. Penafian sulaiman dari perbuatan sihir dengan ungkapan “padahal Sulaiman tidak kafir”, berarti bahwa sulaiman tidak termasuk tukang sihir dan dia tidak mengajrkan sihir. Jadi ayat ini menegaskan bahwa ada kaitan atau ikatan antara penyihir dan sihir itu sendiri yaitu sama-sama dihukumi dengan kufur. 2. Penegasan ayat “sesungguhnya setan-setan itu telah kafir karena mereka mengajarkan sihir kepada manusia”. 3. Penolakkan oleh dua malaikat “sedang keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang pun sebelum mengatakan: “sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu. Oleh karena itu janganlah kaian kafir”. 4. Rasulullah SAW. menyebut sihir sebagai kekufuran dan menganggap orang-orang yang membenarkan peramal dan dukun sebagai orang-orang kafir. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai kesimpulan dari makalah atau karya ilmiah ini, bahwa Syaikh Fakhrurazi dalam menafsirkan ayat tentang kisah Harut dan Marut sangat hati-hati sekali terutama dalam menilai kisah tersebut dari kaca mata israiliat, hingga dalam penafsirannya beliau menolak kisah tersebut dari riwayat Ibnu Abbas yang dipandang lebih cenderung israiliat dengan megatakan riwayat ibnu Abbas merupakan riwayat yang rusak, ditolak dan tidak boleh diterima. Beliau mengomentari bahwa ayat tersebut berkaitan dengan sihir orang-orang yahudi dan mengatakan bahwa bukan bagian dari malaikat yang mengajarkan sihir kepada manusia. Dalam pandangan Syaikh Fakhrurrazi, kisah Harut dan Marut terjadi pada zamannya Nabi Idris AS. di wilayah Kota Babil di Irak dan menjadi mu’jizat bagi Rasul ketika itu sebab Allah tidak mungkin menurukan Rasul dari jenis Malaikat. Menurut Imam Fakhrurrazi juga, bahwa sihir tidak dapat memberikan mudharat dan manfaat kepada seseorang, mempelajari sihir adalah pekerjaan yang kufur dan orang merupakan orang yang kafirjuga. Allah tidak menyuruh hamba-Nya untuk melakukan sihir. B. Saran dan Penutup Sebagai rangkaian terakhir dari tulisan ini, penulis menyarankan kepada pembaca untuk selalu menggali lebih dalam lagi masalah tafsir ayat ini, karena ayat ini merupakan ayat yang banyak malahirkan kontroversi antara ulama terdahulu, juga saya mohon maaf karena dalam menjelaskan tafsiran ayat tersebut masih banyak kekurangan dan membutuhkan saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun. Sekian dan terima kasih. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar