Sabtu, 12 Oktober 2013

SIKLUS BELAJAR INDIVIDU, FUNGSI-FUNGSI SEKOLAH DAN PERUBAHAN SOSIAL DAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu kewajiban bagi setiap individu, selalu memperbaiki diri dan mengembangkan skill merupakan satu tuntutan zaman yang harus dipenuhi bila igin terus berada dalam skema kehidupan yang ideal, sehingga dapat terus memiliki daya kehidupan yang dapat membangun dan merubah sumber daya manusia maupun alam. Pengetahuan akan selalu bertautan dengan kekuasaan, atau pun sebaliknya. Maka kebijakan yang dihasilkan oleh pembuat kebijakan harus memberikan satu perspektif bagi kebebasan dan pembangunan kualitas pendidikan yang menghasilkan siklus belajar individu-individu yang mampu mengarahkan sejarah dan peradaban negara di masa yang akan datang. Bagi masyarakat hakikat pendidikan adalah satu kemanfaatan bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidup. Dengan pendidikan, masyarakat diharapkan mampu melanjutkan eksistensinya sebagai makhluk yang selalu mencipta. Maka dengan demikian, pendidikan harus menjadi jembatan sebagai jalan untuk diteruskannya nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan, etika, moral, dan bentuk tata perilaku lainnya. Dari hal tersebutlah, masyarakat akan berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi untuk kesesuaian corak masing-masing peradaban. Dengan demikian, pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi. Sebagai media perubahan, maka pendidikan adalah sebuah keniscayaan, tiada hal yang tidak berubah di dalam kehidupan, “Tempus Muntantur Et Nos Mutamur” waktu berubah dan kita ikut pula berubah di dalamnya. Namun persoalannya adalah apakah perubahan itu mengarah kepada perbaikan atau malah menjadikan objeknya mengalir ke arah yang tidak menguntungkan. Untuk mengetahui berbagai hal tentang pendidikan dan perubahan tersebut, maka pembahasan lebih lanjut akan dibahas dalam makalah ini secara lebih spesifik dengan point-poitn tertentu. Dengan demikian, penulis mengharapkan ada perpaduan pemikiran yang dapat melahirkan saran-kritik untuk lebih meningkatkan berbagai cara pandang untuk menyikapi kemajuan pendidikan dan perubahan yang dihasilkan oleh pendidikan tersebut. Dan semoga Allah memberikan pencerahan bagi akal dan hati yang terdapat di dalam fakultas dada kita masing-masing. BAB II PEMBAHASAN A. Siklus Belajar Individu di Masyarakat Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat, karena apabila kita sadari arti pendidikan sebagai proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda maka seluruh upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain baik di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. Wajar pula apabila segala sesuatu yang kita ketahui adalah hasil hubungan timbal balik yang ternyata sudah sedemikian rupa dibentuk oleh masyarakat kita. Bagi masyarakat sendiri hakikat pendidikan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya yang diharapkan akan dimiliki oleh setiap anggota. Setiap masyarakat berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu sesuai corak masing-masing periode jaman kepada generasi muda melalui pendidikan, secara khusus melalui interaksi sosial. Dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi. Dalam pengertian tersebut, pendidikan sudah dimulai semenjak seorang individu pertama kali berinteraksi dengan lingkungan eksternal di luar dirinya, yakni keluarga. Seorang bayi yang baru lahir tentunya hidup dalam keadaan yang tidak berdaya sama sekali. Menyadari hal demikian sang ibu berupaya memberikan segala bentuk curahan kasih sayang dan buaian cinta kasih melalui air susunya, perawatan yang lembut serta gendongan yang begitu mesra kepada si bayi. Begitulah proses tersebut berlangsung selama si bayi masih tetap memerlukan pertolongan intensif dari manusia lain. Sampai pada umur lima tahun bayi itu tumbuh dan berkembang dengan sehat di dalam mahligai cinta kasih perpaduan sepasang manusia yang menjadi orang tuanya. Berbicara tentang siklus belajar individu dalam masyarakat, banyak sekali teori yang membahasnya, dari teori sosial Barat hingga Islam begitu antusias menggambarkan motivasinya. Rasulullah menggambarkannya lewat teori hadisnya yang artinya; Tuntutlah Ilmu Dari Ayunan Hingga Ke Liang Lahad. Dalam hadisnya yang lain dijelaskan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan Fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nashara ataupun Majusi. Terlihat bahwa peran individu dan lingkungan keluarga sangat mempengaruhi proses belajar seseorang dalam mengaruhi kehidupannya. Dari sini bisa kita sadari selain anggota keluarga baru itu belajar mengetahui, mempelajari serta melakukan berbagai reaksi terhadap stimulus dari dunia barunya maka bisa kita cermati pula bahwa sang bayi juga memahami esensi nilai-nilai kemanusiaan dari keluarganya dalam bentuk gerak tubuh, belajar berbicara, tertawa serta semua tindak tanduk yang menggambarkan bahwa jiwa raganya telah terpaut erat oleh belaian kasih sayang manusia dewasa. Ilustrasi di atas hanyalah sekelumit kecil dari siklus belajar individu di dalam masyarakat. Proses tersebut berlangsung pula ketika kita menjadi manusia dewasa. Apabila kita memenuhi kewajiban sebagai saudara laki-laki, suami atau warga negara serta menjalankan hal-hal lain yang tertanam kuat dalam benak kesadaran kita, itu berarti kita melakukan tugas yang sudah ditentukan secara eksternal oleh hukum-hukum kodrat sosial (Droit) dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang begitu alamiah dari lingkungan sosial. Kewajiban itu muncul bukan hasil dari proses pemaksaan eksternal yang mekanistis melainkan selalu diikuti oleh gejala resiprositas individu dengan lingkungan luarnya sehingga pada tahap akhirnya masyarakat telah menghasilkan ribuan atau bahkan jutaan manusia yang tunduk lahir batin dengan ketentuan-ketentuan kolektif (Abdullah dan Van der Leeden, 1986). Selain itu, dimensi sejarah juga berbicara serupa. Ratusan tahun silam pendidikan berjalan beriringan dengan struktur dan kebutuhan sosial masyarakat setempat. Bagi masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan maka para pemuda memperoleh tranformasi pengetahuan lewat media komunikasi lisan yang berbentuk dongeng, cerita-cerita dari orang tua mereka. Selain itu, pada siang hari pemuda-pemuda ini harus selalu sigap dan tanggap mempelajari, mencermati dan belajar mengaplikasikan teknik-teknik mencari nafkah yang dikembangkan oleh para orang tua baik itu menangkap ikan, memanah, beternak, berburu dan sebagainya (Purbakawatja dkk., 1955). Dalam cerita-cerita lisan itu tersirat pula adat dan agama, cara bekerja dan cara bersosialisasi yang berkembang di masyarakatnya. Tidak mengherankan apabila cerita yang sudah turun temurun diwariskan itu dianggap sebagai sesuatu yang bernilai suci. Sejarah, adat istiadat, norma-norma bahkan cara menangkap ikan atau berburu tidak hanya dipandang sebagai hasil pekerjaan manusia semata, tetapi memiliki makna sakral yang patut disyukuri dengan beberapa persembahan serta upacara-upacara ritual. Begitulah perjalanan pendidikan anak manusia telah berlangsung organis sesuai dengan iklim sosialnya. Sedangkan keperluan khusus untuk mendirikan sebuah lingkungan perguruan yang mapan dimulai ketika bangsawan-bangsawan feodal membutuhkan prajurit-prajurit serta punggawa kerajaan yang tangguh demi mempertahankan harta kekayaan milik sang raja. Mereka secara khusus dididik dalam lingkungan tersendiri agar memiliki kecakapan dan keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan sistem sosial masyarakat aristokrasi-feodal. Mereka-mereka ini menjadi ujung tombak pelaksana kekuasaan kerajaan di hadapan ribuan rakyat jelata yang memang dibikin bodoh. Melihat situasi demikian, wajar apabila jaman ini predikat golongan terdidik hanya bisa dimiliki oleh sanak saudara sang raja serta kaum-kaum agamawan yang telah memperkuat hegemoni kekuasaannya. Namun seiring dengan bertambahnya umur bumi ini maka kisah pergulatan karakter masyarakat tersebut mulai bergeser selaras dengan kecenderungan spirit jaman yang sudah berubah. Itulah cuplikan kecil argumentasi sederhana tentang renik-renik karakter fungsi pendidikan di masyarakat. Melihat alur perkembangannya maka berbagai jenis konfigurasi pendidikan di atas sesuai dengan konsep yang diutarakan oleh Randall Collins, 1979 (dalam Sanderson, 1993 : 489) tentang tiga tipe dasar pendidikan yang hadir di seluruh dunia, yakni; 1. Pertama jenis pendidikan keterampilan dan praktis, yakni pendidikan yang dilaksanakan untuk memberikan bekal keterampilan maupun kemampuan teknis tertentu agar dapat diaplikasikan kepada bentuk mata pencaharian masyarakat. Jenis pendidikan ini dominan di dalam masyarakat yang masih sederhana baik itu berburu dan meramu, nelayan atau juga masyarakat agraris awal 2. Pendidikan kelompok status, yaitu pengajaran yang diupayakan untuk mempertahankan prestise, simbol serta hak-hak istimewa (Privilige) kelompok elit dalam masyarakat yang memiliki pelapisan sosial. Pada umumnya pendidikan ini dirancang bukan untuk digunakan dalam pengertian teknis dan sering diserahkan kepada pengetahuan dan diskusi badan-badan pengetahuan esoterik. Pendidikan ini secara luas telah dijumpai dalam masyarakat-masyarakat agraris dan industri. 3. Tipe pendidikan birokratis yang diciptakan oleh pemerintahan untuk melayani kepentingan kualifikasi pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintahan serta berguna pula sebagai sarana sosiolisasi politik dari model pemerintahan kepada masyarakat awam. Tipe pendidikan ini pada umumnya memberi penekanan pada ujian, syarat kehadiran, peringkat dan derajat. Demikianlah tipe-tipe pendidikan tersebut telah mewarnai corak kehidupan masyarakat. Pada dasarnya ketiga jenis pendidikan di atas selalu hadir dalam setiap masyarakat hanya saja prosentasi penerapan salah satu karakter pendidikan berbanding searah dengan model masyarakat yang terbentuk. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata gelombang sejarah dunia juga menentukan model konfigurasi masyarakat dunia secara global dan hal ini juga memiliki pengaruh bagi iklim pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama meskipun memiliki ciri khas tertentu di tiap-tiap negara pada akhir abad ke 20 an. Sebagaimana penuturan Tilaar (2003: 62) bahwa dalam masyarakat yang sudah maju, proses pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah dan pendidikan dalam lembaga-lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan terdeferensiasi. Inilah pendidikan formal yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai “Schooling”. Untuk melihat latar belakang dari menyeruaknya situasi sosial dunia pendidikan demikian, pada kesempatan lain Randall Collins dalam karya Sanderson (1993: 429) juga mengungkapkan analisis fungsional untuk menjelaskan ekspansi pendidikan modern sebagai akibat dari lahirnya kebutuhan-kebutuhan kualifikasi mahir bagi corak masyarakat modern. Pendidikan dilihat memiliki kontribusi positif demi menjalankan roda perekonomian serta putaran gerigi-gerigi mesin industri masyarakat pendukungnya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain yaitu; 1. Persyaratan pendidikan dari pekerjaan-pekerjaan dalam masyarakat industri yang terus meningkat sebagai akibat dari adanya perubahan teknologi yang memiliki dua aspek, yaitu; a) Proporsi pekerjaan yang memerlukan keterampilan yang rendah berkurang sementara proporsi yang memerlukan keterampilan tinggi bertambah; b) Pekerjaan-pekerjaan yang sama terus meningkatkan persyaratan keterampilannya. 2. Pendidikan formal memberi latihan yang diperlukan kepada orang-orang untuk mendapat pekerjaan yang berketerampilan lebih tinggi. 3. Sebagai akibat dari yang disebut di atas, persyaratan pendidikan untuk bekerja terus meningkat dan semakin banyak orang yang dituntut untuk menghabiskan waktu yang lebih lama di sekolah. Dari analisis tersebut kiranya cukup jelas pemahaman kita apabila masyarakat Indonesia semenjak kemerdekaannya tidak pernah lepas dari kehidupan pendidikannya. Dengan upaya penerapan sekolah secara merata bagi rakyat di seluruh penjuru tanah air dapat kita rasakan manfaat besarnya dalam membantu menopang ekskalasi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Baik itu wajah materil hasil pembangunan fisik wilayah negara kita maupun peningkatan pola pikir manusia Indonesia yang semakin cerdas menjadi bukti kuat prestasi pendidikan kita. Bisa disimpulkan pula bahwa alam reformasi yang kita rasakan saat ini merupakan salah satu aspek jerih payah kerja sekolah-sekolah di Indonesia (termasuk perguruan tinggi) demi mencapai cita-cita rakyat Indonesia. Dalam konteks sosial, pendidikan juga memiliki fungsi, peran dan kiprah lain yang berkorelasi dengan kekuatan-kekuatan kolektif yang sudah mapan. Tidak hanya puas dalam kondisi demikian pendidikan juga memberikan andil menterjemahkan nilai-nilai baru yang tumbuh akibat proses pergulatan sejarah dalam wujud emansipasi integrasi dengan sistem dan struktur sosialnya. Sehingga dengan begitu masyarakat tidak pernah kering dari dinamika perubahan dan evolusi sosialnya. Secara sederhana siklus belajar individu di masyarakat dapat digambarkan dengan lingkaran sebagai berikut; LINGKUNGAN / ALAM Dari gambar di atas, sedikit penulis menterjemahkan bahwa individu manusia hidup dalam lingkungan masyarakat yang begitu kompleks dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Mulai dari individu yang terbungkus dalam keluarga, dikelilingi oleh masyarakat dan berbagai lembaga social pendidikan hingga lingkungan alam disekitarnya. Dalam pada itu, peran individu dalam proses pendewasaan dirinya disini dapat dideskripsikan bahwa masyarakat (adat dan budaya) juga lingkungan alam tempat ia hidup sangat mempengaruhi gaya kematangan hidup individu tersebut. Oleh karenanya ketika kita bermimpi ingin menciptakan masyarakat yang berkualitas maka terlebih dahulu hendanya budaya bangsa (kearifan lokal) yang terdapat dalam masyarakat harus sudah terbentuk dalam sebuah system yang akan dijalankan dalam masyarakat tersebut sehingga dengan demikian individu-individu yang baru berkembang akan terbentuk oleh system B. Fungsi-fungsi Sekolah Secara mendasar sekolah bertugas untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperlukan seseorang agar ia dapat menapaki perjalanan kedewasaannya secara utuh dan tersalurkannya bakat-bakat potensial yang ia miliki. Namun dalam konteks sosial pada kenyataannya sekolah mempunyai beberapa fungsi yakni: 1. Sekolah mempersiapkan seseorang untuk mendapat suatu pekerjaan Apabila kita meninjau secara menyeluruh proses perjalanan pendidikan sepanjang masa, maka kita segera melihat kenyataan bahwa kemajuan dalam pendidikan beriringan dengan kemajuan ekonomi yang secara bersamaan melaju pesat dengan proses evolusi teknik berproduksi masyarakat. Dalam masyarakat bercorak agraris yang stabil pendidikan menyangkut penyampaian keterampilan-keterampilan, keahlian, adat istiadat serta nilai-nilai. Sementara itu pada sistem ekonomi masyarakat maju, sistem pendidikan tentunya mempunyai kecenderungan untuk memberikan pengetahuan dalam jumlah yang terus bertambah kepada kelompok-kelompok manusia dalam jumlah besar, karena proses-proses produksi yang lebih seksama menghendaki pekerja memiliki kualifikasi keahlian yang tinggi (Faure dkk., 1981). Oleh sebab itu penerapan sistem sekolah bermaksud untuk memberikan kompetensi-kompetensi jenis keahlian dalam lahan pekerjaan yang terbentang luas kompleksitasnya. Anak yang menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan dunia pekerjaan atau setidaknya mempunyai dasar untuk mencari nafkah. Makin tinggi pendidikan makin besar harapannya memperoleh pekerjaan yang layak dan memiliki prestise tinggi. Dengan ijazah yang tinggi seseorang dapat memahami dan menguasai pekerjaan kepemimpinan atau tugas lain yang dipercayakan kepadanya. Gambaran di atas merupakan sebuah harapan dan tujuan pedidikan, menurut penulis untuk merealisasikan impian pendidikan tersebut, maka sudah seharusnya lembaga-lembaga pendidikan memfokuskan dirinya dalam hal menciptakan lingkungan sekolah / pendidikan yang berorientasi pada Life Skill dan berbasis lingkungan. 2. Sebagai alat transmisi kebudayaan Fungsi transmisi kebudayaan masyarakat kepada anak menurut Vembriarto (1990) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) Transmisi pengetahuan & keterampilan, dan (2) transmisi sikap, nilai-nilai dan norma-norma. Transmisi pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang bahasa, sistem matematika, pengetahuan alam dan sosial serta penemuan-penemuan teknologi. Dalam era globalisasi sekarang dapat penulis katakan bahwa nyaris fungsi sekolah sebagai alat transmisi kebudayaan tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Bahkan lembaga pendidikan seperti kehilangan tempat berpijak dan tidak tahu apa yang hendak dilakukan begitupun masyarakat seakan tidak mau melepas kenikmatan hegemoni budaya asing. Dalam keadaan demikian Sebagai sokolah / lembaga pendidikan yang kredibel dan bertanggungjawab sudah seharusnya mengambil alih dalam hal merifitalisasi kembali kearifan local lewat kurikulum dan sistem pengajaran di sekolah yang kemudian dilestarikan kembali dalam masyarakat dan lingkungan luas. 3. Sekolah mengajarkan peranan sosial Pendidikan diharapkan membentuk manusia sosial yang dapat bergaul dengan sesama manusia sekalipun berbeda agama, suku bangsa, pendirian dan sebagainya. Ia juga harus dapat menyesuaikan diri dalam situasi sosial yang berbeda-beda. Kalau diselidiki, tentu akan ditemukan bermacam-macam alasan lain mengapa orang tua menyekolahkan anaknya. Misalkan menyekolahkan anak gadis sampai ada yang meminangnya, atau menyerahkan anaknya ke dalam pengawasan guru karena lebih sulit mengurusinya sendiri di rumah dan sebagainya. 4. Sekolah menyediakan tenaga pembangunan Bagi negara-negara berkembang, pendidikan dipandang menjadi alat yang paling ampuh untuk menyiapkan tenaga produktif guna menopang proses pembangunan. Kekayaan alam hanya mengandung arti bila didukung oleh keahlian. Maka karena itu manusia merupakan sumber utama bagi negara. Menurut analisis Faisal dan Yasik (1985) sepanjang dasawarsa 60-an, dunia pendidikan memiliki andil besar dalam membantu proyek negara untuk bangkit melakukan pembangunan di segala bidang. Persekolahan di kala itu, menjadi pusat perhatian dan dambaan para perencana yang mengupayakan perubahan-perubahan besar, baik dalam bidang ekonomi maupun sosial, menjadi pusat perhatian para politisi yang berusaha membangun semangat kebangsaan, serta menjadi kepentingan warga masyarakat yang berharap menemui peningkatan kesejahteraan hidupnya. Di awal-awal dasawarsa 60-an ada suatu keyakinan kuat dari seluruh komponen masyarakat tentang urgensi lembaga pendidikan bagi proses modernisasi dan industrialisasi. Sistem pendidikan dipandang sebagai penghasil tenaga-tenaga terampil dan juga pengetahuan baru yang dibutuhkan bagi perkembangan teknologi dan ekonomi. Sistem pendidikan, juga dianggap berandil besar dalam menanamkan disiplin, sikap dan motivasi sumber daya manusia guna menopang perkembangan industrialisasi. Dalam hubungan ini, modal manusiawi dianggap jauh melebihi pentingnya modal-modal fisik apapun juga; bahkan bagi para ahli ekonomi yang agresif sampai menunjukkan perbedaan signifikansi modal dalam wujud angka-angka presentase. Mereka-mereka ini memiliki keyakinan kuat bahwa orang-orang terdidik begitu produktif dalam melaksanakan tugas pekerjaan, tanggap terhadap tuntutan keterampilan baru, serta mampu menunjukkan loyalitas yang lebih tinggi terhadap dunia pekerjaannya. Inilah salah satu bukti dari kiprah pendidikan di Indonesia pada waktu segenap rakyat dan lapisan masyarakat memiliki hajat besar untuk membangun negaranya. 5. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib Sekolah sering dipandang sebagai jalan bagi mobilitas sosial. Semenjak diterapkannya sistem persekolahan yang bisa dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh penjuru tanah air maka secara otomatis telah mendobrak tembok ketimpangan sosial masyarakat feodal dan menggantinya dengan bentuk mobilitas terbuka. Sekolah menjadi media untuk meningkatkan mutu dan kualitas nasib seseorang sebab dengan sekolah atau melalui pendidikan, seseorang dari golongan rendah dapat meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Dalam kenyataan perkembangan jaman modern sekarang gelar akademis sangat membantu dalam mencari pekerjaan, mempertahankan posisi jabatan hingga berpengaruh pada kenaikan pangkat atau kedudukan dalam dunia pekerjaan. Banyak pemuda-pemuda yang berhasil menapaki jenjang karir hidupnya melalui sekolah meskipun memiliki latar belakang status yang tergolong rendah. Oleh karena itu orang tua berusaha menyekolahkan anaknya dengan harapan akan dapat memperoleh hasil yang memuaskan bagi peningkatan derajat dan status keluarga di kemudian hari. 6. Sekolah memberikan keterampilan dasar. Seorang yang telah bersekolah setidak-tidaknya pandai membaca, menulis dan berhitung yang diperlukan dalam tiap masyarakat modern, Juga akan memperoleh pengetahuan umum lainnya yang dapat menjadi landasan dasar bagi kehidupannya hingga menjadi Life Skill bagi yang bersangkutan. Kemudian dalam kontek siklus belajar individu, maka keterampilan dasar ini menjadi hal yang berpengaruh dalam membentuk individu yang matang / dewasa dan ikut membentuk sebuah sistem dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat. Namun sebuah harapan sekaligus tantangan bagi sekolah modern sekarang untuk selalu berinovasi dalam mengembangkan keterampilan dasar tersebut. Bahwa sekolah / lembaga pendidikan yang diharapkan adalah sekolah yang terus dibutuhkan oleh masyarakat keberadaannya dan dapat selalu selangkah lebih maju dari peradaban masyarakat yang ditinggalkan. 7. Menciptakan integrasi sosial Dalam masyarakat yang bersifat heterogen dan pluralistik, terjaminnya integrasi sosial merupakan fungsi pendidikan sekolah yang cukup penting. Masyarakat Indonesia mengenal bermacam-macam suku bangsa masing-masing dengan adat istiadatnya sendiri, bermacam-macam bahasa daerah, agama, pandangan politik dan lain sebagainya. Dalam keadaan demikian bahaya disintegrasi sosial sangat besar. Sebab itu tugas pendidikan sekolah yang terpenting adalah menjamin integrasi sosial. Untuk menjamin integrasi sosial itu, caranya ialah sebagai berikut: a. Sekolah mengajarkan bahasa nasional. Bahasa nasional ini memungkinkan komunikasi antara suku-suku dan golongan yang berbeda-beda dalam masyarakat. Pengajaran bahasa nasional ini merupakan cara yang paling efektif untuk menjamin integrasi sosial. b. Sekolah mengajarkan pengalaman-pengalaman yang sama kepada anak melalui keseragaman kurikulum dan buku-buku pelajaran dan buku bacaan di sekolah. Dengan pengalaman yang sama itu akan berkembang sikap dan nilai-nilai yang sama dalam diri anak. c. Sekolah mengajarkan kepada anak corak kepribadian nasional (National Identity) melalui pelajaran sejarah dan geografi nasional, upacara-upacara bendera, peringatan hari besar nasional, lagu-lagu nasional dan sebagainya. Pengenalan kepribadian nasional itu akan menimbulkan perasaan nasionalisme dan perasaan nasionalisme itu akan membangkitkan patriotisme. Ada hal yang menarik ketika kita berbicara integrasi social dalam era global sekarang bahwa sejak demokrasi menguasai Negara ini, integrasi social menjadi hal yang asing dalam individu masyarakat. Moral bangsa seakan hilang karena demokrasi, hal ini tercermin dalam sikap bangsa yang terlalu mendewakan demokrasi atas nama hak asasi dan mengesampingkan kearifan moral dan akhlak, dan satu solusinya adalah pendidikan. Lembaga pendidikanlah yang dapat mengembalikan peran moral dalam menghadapi globalisasi dan hegemoni asing yaitu dengan cara menanamkan kembali pelajaran-pelajaran agama dan moral pancasila terhadap anak didik dan guru / pendidik harus menjadi model dalam memberikan contoh aplikasi moral dan akhlak tersebut. 8. Kontrol Sosial Pendidikan Di dalam percakapan sehari-hari, sistem pengendalian sosial atau Social Control seringkali diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan khususnya pemerintah beserta aparaturnya. Asumsi tersebut memang ada benarnya namun dalam pengertian yang mendasar pengendalian sosial tidak hanya berhenti pada pengertian itu saja. Arti sesungguhnya pengendalian sosial jauh lebih luas, karena pada pengertian tersebut tercakup segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Jadi pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya (misalnya seorang ibu mendidik anak-anaknya agar menyesuaikan diri pada kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan oleh individu terhadap suatu kelompok sosial (umpamanya, seorang dosen di Perguruan Tinggi memimpin beberapa orang mahasiswa dalam kegiatan kuliah kerja lapangan). Seterusnya pengendalian sosial dapat dilakukan oleh kelompok terhadap kelompok lainnya, atau oleh suatu kelompok terhadap individu. Itu semua merupakan proses pengendalian sosial yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, meskipun seringkali manusia tidak menyadari. Dengan demikian secara mendasar pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat atau suatu sistem pengendalian bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan. Menurut Soekanto (1990) sifat pengendalian sosial bisa bersifat preventif atau represif. Preventif merupakan suatu usaha pencegahan terhadap munculnya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Usaha-usaha preventif dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal dan informal. Dari penegasan tersebut bisa dikatakan bahwa aktivitas pendidikan baik itu di sekolah maupun di luar sekolah merupakan salah satu alat pengendalian sosial yang telah melembaga baik itu pada masyarakat tradisional maupun yang sudah modern. Sehingga dalam hal ini pengertian pendidikan merupakan proses pengendalian secara sadar di mana perubahan-perubahan tingkah laku dihasilkan dari di dalam diri orang itu melalui pergulatan sosialnya. Dari pandangan ini pendidikan adalah suatu proses yang dimulai pada waktu lahir dan berlangsung sepanjang hidup. Pengertian pengendalian secara sadar ini berarti adanya tingkat-tingkat kesadaran dari tujuan yang hendak di dapat. Sementara itu, sebagaimana uraian penjelasan pada halaman-halaman terdahulu bahwa di era modern ini lembaga pendidikan juga mengalami proses transformasi baik itu pola kegiatan, tata nilai, bentuk dan organisasi perannya di masyarakat. Secara spesifik telah memunculkan lembaga sekolah sebagai manifestasi wujud orientasinya. Sehingga pada segi sosialnya sekolah memegang peranan penting dalam sosialisasi anak-anak. Sebagai salah satu upaya pengendalian sosial ada empat cara yang dapat digunakan sekolah yakni : a. Transmisi kebudayaan, termasuk norma-norma, nilai-nilai dan informasi melalui pengajaran secara langsung, misalnya tentang falsafah negara, sifat-sifat warga negara yang baik, struktur pemerintahan, sejarah bangsa dan sebagainya. b. Mengadakan kumpulan-kumpulan sosial seperti perkumpulan sekolah, Pramuka, kelompok olah raga, dan sebagainya yang dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari dan mempraktikkan berbagai keterampilan sosial. c. Memperkenalkan anak dengan tokoh-tokoh yang dapat dijadikan anak sebagai figur tauladannya. Dalam hal ini guru-guru dan pemimpin sekolah memegang peranan yang penting. d. Menggunakan tindakan positif dan negatif untuk mengharuskan murid mengikuti tata perilaku yang layak dalam bimbingan sosial. Yang termasuk dalam tindakan positif ialah pujian, hadiah dan sebagainya sedangkan cara yang negatif berupa hukuman, celaan dan sebagainya. Uraian di atas menjelaskan idealnya peran control social pendidikan dalam masyarakat, namun dalam era kemerdekaan demokrasi sekarang, sungguh sebuah ironi yang sangat besar bahwa control social yang diharapkan menjadi benteng terakhir dalam membina moral bangsa dan menyaring hegemoni demokrasi dan budaya asing seakan terkikis dan hilang bersamaan dengan berjalannya waktu. Pertanyaan kita adalah apa hal yang harus dan dapat kita lakukan untuk control social pendidikan katika kaadaannya seperti sekarang..??? menurut penulis, yang harus kita lakukan adalah merevitalisasi kembali kearifan lokal yang dimiliki bangsa untuk kemudian ditanam dan dikembangkan kepada anak didik dan masyarakat pada umumnya sehingga dengan demikian minimal masyarakat dan generasi muda akan kembali mengetahui nilai-nilai moral yang seharusnya tetap tetanam dalam jiwa setiap individu masyarakat. Dalam hal pendidikan masyarakat seharusnya lebih sadar bahwa perannya dalam mengontrol jalannya pendidikan sangatlah dibutuhkan. Control menurut penulis dalam arti yang luas bahwa peran masyarakat tidaklah bisa dikatakan ideal hanya dengan diwakilkan dalam komite sekolah. Akan tetapi menurut penulis control social dalam pendidikan mencakup dan melibatkan masyarakat dan lingkungan secara umum dan yang paling utama adalah masyarakat menjadi model dalam mentranfer ilmu dan kebudayaan kepada anak didik dalam pergaulannya di masyarakat. C. Perubahan Sosial dan Pendidikan Perubahan adalah sebuah keniscayaan, tiada hal yang tidak berubah, “Tempus Muntantur Et Nos Mutamur” waktu berubah dan kita ikut pula berubah di dalamnya. Namun persoalannya adalah apakah perubahan itu mengarah kepada perbaikan atau malah menjadikan objeknya mengalir ke arah yang tidak menguntungkan. Dalam sistem masyarakat sosial yang ditunjang oleh alat komukasi yang begitu canggih dan teknologi modern, perubahan sangat cepat hingga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Tidak ada hal yang stagnan di dalam kehidupan, baik itu dalam hal tatanan social masyarakat, budaya atau adat istiadat, bahkan dalam skala religiulitas. Sebagai contoh penulis melihat perubahan dalam skala religiulitas pada diri anak bangsa, perubahan terjadi dari tradisi local ke tradisi Islam lokal. Telah banyak dibicarakan oleh publik bahwa masyarakat kita saat ini tidak pernah lepas dari gejala perubahan. Namun karena gejala tersebut memiliki intensitas yang begitu kuat maka banyak pihak yang mengkhawatirkan ketangguhan “daya tangkal” nilai-nilai masyarakat yang telah mapan menjadi goyah lalu perlahan-lahan akan mengalami pemudaran. Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak jaman dulu. Namun dewasa ini perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepat. Telah menjadi hukum alam bahwa masyarakat memiliki perbedaan dalam adopsi setiap perubahan ataupun inovasi baru. Ada masyarakat yang sangat cepat mengadopsi suatu perubahan, ada yang lambat bahkan ada yang sangat skeptik, di samping yang terjadi pada kebanyakan anggota masyarakat umumnya. Hal ini terjadi, karena anggota masyarakat memiliki perbedaan kesiapan untuk menerima perubahan itu, sebagai akibat dari adanya variasi pengetahuan, cara berpikir, sikap, variasi personalitas, pengalaman, selain kesesuaiannya antara nilai yang ia miliki dengan nilai baru yang ditawarkan. Selain karakteristik yang dimiliki oleh seseorang atau suatu masyarakat, faktor referensi atau panutan juga berperan penting dalam adopsi perubahan itu. Dalam hal ini, penulis teringat pada daerah kalahiran penulis “Bima-NTB” yang saat ini terlihat sangat jauh antara masyarakat pesisir dengan masyarakat di pegunungan dalam hal perubahan dan perkembangannya. Dimana masyarakat pesisir jauh lebih maju (dalam segala hal) dibanding masyarakat yang memilih mengasingkan diri di pegunungan hanya karena tidak terbuka dengan perubahan dan perkembangan zaman. Unsur-unsur ketertutupan tersebut diakibatkan oleh proyeksi masyarakat tentang perubahan masa depan yang cenderung statis. Dan tidak adanya kecenderungan untuk bergerak maju kea rah yang lebih baik. Dalam hal kemajuan dan perubahan, biasanya yang dapat dijadikan referensi oleh seseorang atau masyarakat terhadap proses adopsi perubahan itu di antaranya adalah, (1) orangtua (2) pemuka masyarakat baik formal mupun non-formal, (3) teman dekat, (4) figur idola, dan (5) orang yang paling berpengaruh terhadap diri seseorang. Perbedaan ini yang dapat menghasilkan kesenjangan tata nilai di dalam masyarakat, lebih-lebih lagi dalam situasi dimana kompleksitas perubahan itu semakin meluas dan perubahan itu terjadi sangat cepat. Sementara kalau kita sadari perubahan budaya manusia melekat dengan perubahan alam dan jaman. Pada era teknologi suatu masyarakat akan ketinggalan apabila masyarakat itu tidak menerapkan teknologi dalam tatanan hidup mereka. Bahkan teknologi telah terbukti membawa tingkat efisiensi dan kemakmuran masyarakat, karena sifat dari teknologi itu yang pada dasarnya memburu perolehan nilai tambah perubahan budaya itu pada dasarnya adalah untuk adaptasi terhadap perubahan alam dan jaman agar manusia tetap mampu mempertahankan eksistensi hidup mereka. Meskipun kekayaan sumber daya alam bukan faktor penentu terhadap kemajuan suatu masyarakat dibandingkandengan kekayaan sumber daya manusia tetapi semakin berkurangnya daya dukung potensi sumber daya alam dibanding dengan tuntutan kebutuhan manusia yang jumlahnya semakin besar tetap akan berdampak terhadap terjadinya perubahan pola hidup manusia. Apabila produk dan jasa yang menjadi ukuran kekuatan suatu masyarakat potensial bagi masyarakat tertentu, maka mereka itu yang akan mampu menguasai pasar, yang akhirnya merekalah yang akan mampu mempertahankan eksistensi hidup mereka. Akhirnya penguasaan teknologi yang akan menghasilkan unggulan suatu bangsa. Berdasarkan tinjauan di atas, bahwa untuk mempertahankan eksistensi hidup masyarakat tidak dapat terhindar dari penguasaan teknologi, maka unsur kreativitas, unsur kemandirian dalam kebersamaan, unsur produktivitas, menjadi faktor yang sangat penting untuk menaggapi budaya hidup teknologis itu. Berarti pendidikan yang menghasilkan manusia-manusia kreatif menjadi tuntutan dalam pola pendidikan umum saat ini banyaknya media yang dapat berperan sebagai sumber informasi pendidikan bagi generasi bangsa saat ini, maka konsep pendidikan perlu mengalami pergeseran, pendidikan bukan lagi sebagai usaha yang di sengaja lagi akan tetapi menjadi kondisi apapun yang dampaknya dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai manusia. Kondisi dalam kehidupan keluarga, kondisi yang terjadi dalam masyarakat luas sebagai panggung pentas budaya bangsa kondisi yang ditampilkan oleh berbagai media baik cetak maupun elektronika, kondisi yang terjadi di sekolah kesemuanya secara bersamasama mewujudkan terjadinya proses pendidikan bagi generasi bangsa kita. Dengan demikian, perubahan ataupun kemajuan pendidikan yang dapat mengubah masa depan sosial masyarakat jika dipandang dari dimensi tuntutan kualitas manusia masa kini dan masa datang maupun dari kondisi pendidikan yang semakin kompleks dan multidimensional itu, maka pendidikan kita telah saatnya lebih banyak memberi kesempatan anak-anak kita mengaktualisasikan diri dalam kondisi yang terkontrol baik dirumah maupun di sekolah untuk mengimbangi kondisi yang tidak terkontrol dalam kehidupan di masyarakat luas yang justru tarik menarik pengaruhnya terhadap proses pendidikan formal semakin besar. Peran pendidikan orang tua dan pendidikan sekolah dituntut semakin besar, apabila kita ingin generasi bangsa kita tidak mengalami pemudaran nilai-nilai budaya bangsa kita yang akan menjalar kepada pemudaran rasa kebangsaan kita, dengan lebih besar memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengaktualisasikan diri mereka masing-masing.